Assalamualaikum Wr. Wb
Terimakasih udah mempir ke blog saya :) Edisi kali ini saya share sesuatu yang bermanfaat banget nih. Udah lama pengen nge-post, cuma selalu ga sempet. Ini adalah makalah pertama saya waktu SMA. Jadi cukup berkesan sih karena harus bolak balik perpustakaan daerah dan perpustakaan Universitas Muhammadiyah Metro kala itu, revisi berkali-kali, akhirnya makalah ini tercipta dan saya bisa lulus mata pelajaran Kemuhammadiyahan dengan baik. Nah kali ini saatnya saya share supaya teman-teman sekalian dapat informasi dan bisa mengambil manfaatnya..
Kritik dan saran sangat dibutuhkan, enjoy it !
PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP FIRQOH, MADZHAB,
TASAWUF, DAN FILSAFAT
MAKALAH
Diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan
Mata Pelajaran Pendidikan Kemuhammadiyahan II
Oleh:
Annisa
Nurul Af’idah
Ardianing Tyas Tami
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA 2)
SMA MUHAMMADIYAH 1 METRO
2014 M/1435 H
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur atas
kehadirat Allah Swt yang telah memberikan kemampuan bagi kami untuk menyusun
makalah kemuhammadiyahan tentang “Pandangan Muhammadiyah Terhadap Firqoh, Madzhab,
Tasawuf dan Filsafat” dengan baik.
Makalah ini kami susun dengan
sungguh-sungguh guna memenuhi salah satu tugas KMD 2 serta untuk menambah
referensi kami sebagai pelajar sehingga lebih memahami masalah Firqoh, Madzhab,
Tasawuf, dan Filsafat, serta bagaimana Muhammadiyah menanggapinya.
Semoga karya tulis ini dapat
memberikan kontribusi positif dan bermakna, dan mudah-mudahan dapat memberikan
wawasan yang lebih luas terhadap Organisasi dan berbagai permasalahan diatas.
Terimakasih kami haturkan kepada
semua pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini. Dan hanya kepada Allah
Swt kami mengharap ridho-Nya.
Metro, 20 Februari 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Perumusan Masalah .......................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 3
A. Pengertian Firqah,
Madzhab, Tassawuf, dan Filsafat ...................... 3
a.
Pengertian Firqah ........................................................................ 3
b.
Pengertian Madzhab ................................................................... 6
c.
Pengertian Tasawuf .................................................................... 8
d.
Pengertian Filsafat ...................................................................... 8
B. Pandangan Muhammadiyah Terhadap Firqah, Madzhab, Tassawuf, dan Filsafat
a.
Pandangan Muhammadiyah terhadap Firqah ............................. 9
b.
Pandangan Muhammadiyah terhadap Madzhab ...................... 10
c.
Pandangan Muhammadiyah terhadap Tasawuf ........................ 13
d.
Pandangan Muhammadiyah terhadap Filsafat ......................... 14
BAB III PENUTUP ............................................................................................ 16
A. Kesimpulan ..................................................................................... 16
B. Saran ............................................................................................... 16
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masa
depan adalah sebuah kurun waktu yang penuh tantangan. Kamajuan iptek akan
menyebabkan kehidupan manusia menghadapi era globalisasi. Perubahan masyarakat
pada era tersebut akan semakin kompleks, rumit, dahsyat dan mau tidak mau
bersifat multidimensional. Muhammadiyah akan menghadapi tantangan
multidimensional yang meliputi hampir semua bidang kehidupan yaitu politik,
ekonomi, sosial, budaya dan keagamaan. Diantara tantangan yang akan dihadapi
adalah berupa kemiskinan, keterbelakangan, rendahnya mutu SDM, kemerosotan
akhlak, munculnya berbagai aliran dan paham keagamaan.
Kemunculan
berbagai aliran, paham keagamaan, filsafat-filsafat, serta tasawuf tersebut
merupakan bagian fenomena yang harus dihadapi Muhammadiyah. Fenomena tersebut sangat
mempengaruhi dimensi dakwah Muhammadiyah yang menyatakan sebagai gerakan Islam,
dakwah dan tajdid atau pemurnian ajaran Islam. Adanya macam-macam aliran
seperti Syiah dan Sunni maupun 4 iman madzhab
besar memberi kontribusi terhadap perkembangan-perkembangan baru. Baik amaliyah,
sikap maupun pemikiran umat termasuk di kalangan warga Muhammadiyah. Menilik
hal tersebut mau tidak mau Muhammadiyah sebagai persyarikatan akan memberikan
pemikiran, pandangan atau bahkan fatwa ataupun pertimbangan, bimbingan dan
sikap terhadap aliran dan paham tersebut.
Bagaimanakah
sikap Muhammadiyah terhadap aliran dan madzhab, berhubungan dengan
penegasan paham Islam dalam Muhammadiyah itu sendiri. Tentang pikiran dan
pandangan terhadap paham dan aliran, pemikiran yang berkembang di lingkungan
Muhammadiyah adalah lazim dikenal dengan Masalah Lima atau
“Masail Al Khamsah”.
Kelima
masalah tersebut menegaskan mengenai hakikat pengertian agama (Islam atau Al
Din), pengertian dunia (Al Dunya), pengertian ibadah (Al Ibadah), pengertian
sabilillah dan pengertian qiyas (Al Qiyas). Penegasan rumusan itu terus
berkembang hingga sekarang dan telah mengalami berbagai penyempurnaan oleh
Majelis Tarjih.
B.
Rumusan
Masalah
a) Apa
pengertian:
- Firqah
- Madzhab
- Tasawuf
- Filsafat
b) Bagaimana
pandangan Muhammadiyah terhadap Firqah, Madzhab, Tasawuf, dan Filsafat
C.
Tujuan
Pembahasan
a) Mengetahui
pengertian Firqah, Madzhab,Tasawuf, dan
Filsafat.
b) Mengetahui pandangan
Muhammadiyah terhadap Firqah, Madzhab,
Tasawuf, dan Filsafat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Firqoh, Madzhab,
Tasawuf, dan Filsafat
1.
Pengertian Firqoh
Firqoh adalah perbedaan pendapat di kalangan umat
islam yang disebabkan karena masalah-masalah yang berhubungan dengan keyakinan
atau aqidah. Macam-macam firqoh :
a) Firqoh
Syiah
Yakni pengikut dan pembantu setia
Ali bin Abi Tholib, serta ahli bait Rosululloh, mencintai keturunan nabi
Muhammad SAW dan mentaati pemimpin-pemimpin yang diangkat dari keturunannya.
Menurut Abu Zahrah dalam kitab madzhibul Islamiyah, Syiah adalah aliran
politik dalam Islam yang paling tua, lahir pada pemerintahan Ustman bin Affan
dan tumbuh menjadi besar pada masa pemerintah Ali bin Abi Tholib.
Firqoh Syi’ah muncul setelah Rosululloh wafat. Orang
pertama yang memunculkan adalah tokoh Yahudi yang mengaku beragama Islam yang
bernama Abdullah bin Saba’. Beliau menampakkan kecintaan yang berlebihan kepada
Ali bin Abi Tholib dan menyebarkan isu bahwa yang berhak menjadi kholifah setelah
nabi Muhammad SAW meninggal hanyalah Ali. Dia juga menyebar fitnah bahwa Abu
Bakar Siddiq, Umar bin Khottob dan Ustman bin Affan adalah orang yang berdosa besar, karena telah merampas hak Ali
bin Abi Tholib menjadi kholifah pengganti Rosululloh SAW, pengikut paham dan
pendapat Abdulloh bin Saba’ akhirnya mengelompok dalam satu aliran yang terkenal
dengan sebutan Firqoh Syi’ah.[1]
a) Firqoh
Khawarij
Khawarij berasal dari kata kharaj yang artinya
keluar, yang berarti keluar dari pasukan pendukung Ali bin Abi Tholib karena
kecewa kepada Ali bin Abi Tholib. Mereka menganggap Ali telah membuat keputusan
yang salah dalam perang siffin, yaitu telah berani mengambil hukum dari
keputusan yang ditetapkan oleh manusia. Hal tersebut telah ditetapkan dalam QS.
Al-Maidah : 44
!4 `tBur óO©9 Oä3øts !$yJÎ/ tAtRr& ª!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbrãÏÿ»s3ø9$# ÇÍÍÈ
Barangsiapa
yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah
orang-orang yang kafir. (QS: Al-Maidah Ayat: 44)
b) Firqoh
Murji’ah
Murji’ah berasal dari kata Arja’a yang artinya
menunda atau memberi pengharapan. Firqoh tersebut timbul sebagai reaksi
terhadap kaum Khawarij yang mengatakan bahwa orang islam yang berdosa besar
menjadi kafir, menurut Murji’ah pelaku dosa besar tidak menjadi kafir tetapi
tetap mukmin persoalan dosa besar yang dilakukannya diserahkan kepada Allah di
hari pembalasan kelak.
c) Firqoh
mu’tazilah
Firqoh ini
muncul karena perbedaan pendapat antara seorang tokoh sufi dari basrah bernama
Hasan Al Basri dengan muridnya Washil bin Atha’ bersama temannya ‘amr bin
ubaid, tentang orang yang melakukan dosa besar.
Ajaran-ajaran
pokok dari mu’tazilah adalah :
1. Orang
islam yang melakukan dosa besar tidak mukmin dan juga tidak kafir tetapi berbeda diantara
keduanya (Al Minzilatu Bainal Manzilatani)
2. Allah
tidak mempunyai sifat, karena Allah maha suci. Yang memiliki sifat adalah
makhluk (At-tauhid)
3. Allah
maha adil, sehingga Allah tidak mungkin
menghendaki manusia melakukan perbuatan yang bertentangan atau menyalahi
perintahnya. Manusia sendirilah yang menentukan atau mewujudkan perbuatannya. (Al
adl)
4. Allah
berjanji membalas atau memberi pahala kepada manusia yang berbuat baik dan
mengancam manusia yang berbuat kejahatan. (Al Wa’ad Wa Waid)
5. Perintah
berbuat baik larangan berbuat jahat (Al Amru Bil Ma’ruf Wa Nahyu Anil Munkar).
d) Firqoh
Qadariyah dan Jabaniyah
Firqoh ini dipelopori oleh Ma’bad Al-Juhani dan
Ghailan Al-Dimasyqi, pada periode khalifah Umar bin Abdul Aziz. Menurut
Qadariyah manusia melakukan aktifitasnya karena dorongan kekuatan (qudrah) dari
dirinya sendiri. Dengan kata lain manusia memiliki kemerdekaan dan kebebasan
untuk menentukan perbuatannya sendiri.
Ajaran
ini terkenal dengan istilah free will and free act. Sedangkan jabariyah
dipelopori oleh Al-Ja’ad bin Dirham dan Jahm bin Shafwan. Menurut mereka
perbuatan manusia diciptakan Tuhan dalam diri manusia. Manusia tidak mempunyai
daya atau kekuatan untuk mewujudkan perbuatannya, manusia ibarat wayang yang
tidak dapat bergerak kalau tidak digerakkan oleh dalang.
e) Firqoh
Ahlus Sunnah Wal Jamaah
Pendirinya adalah Abu Al Hasan Ali bin Ismail
Al-Asy’ary, lahir di Basrah. Sejak kecil ia dididik paham Mu’tazilah dibawah
asuhan Ali Al-Jubbai. Sampai usia 40 tahun Al-Asy’ary masih sebagai pengikut
mu’tazilah dan akan memberantas ajaran yang salah dan dianggapnya lemah.
Pendapat
dan ajarannya yaitu:
- Tuhan
mempunyai sifat, dan mengetahui dengan sifatnya yaitu maha Mengetahui. Sifat
Tuhan berbeda dengan makhluk-Nya.
- Al-Qur’an
ialah kalamullah bersifat qadim, sedangkan huruf dan bacaan ialah suatu yang
baru (jadid).
- Manusia
mampu menentukan perbuatan sendiri, tetapi Allah berhak memberi petunjuk pada
hamba yang dikehendaki-Nya.
f) Firqoh
Ahmadiyah
Firqoh ahmadiyah muncul pada abad 19/ tahun 1888 M,
disusun qadian, Punjab India. Pendirinya Mirza Ghulam Ahmad. Nama
Ahmadiyah diambil dari nama belakang pendirinya yaitu Ahmad dan iyah yang
berarti pengikut Ahmad.
Ada
pendapat mengatakan bahwa nama diambil dari salah satu Rasulullah yang terdapat
pada surat Ash Shafaat : 6, yaitu Ahmad.
2.
Pengertian
Madzhab
Madzhab adalah perbedaan pendapat di kalangan umat
Islam yang disebabkan karena masalah-masalah yang berhubungan dengan furu’iyah
(diluar aqidah), atau masalah-masalah ubudiyah.
Macam-macam Madzhab :
a) Madzhab
Hanafi
Dinisbahkan kepada imam Abu Hanifah An-Na’mun Ibnu
Tsabit Al Kufi (80-150H). Dalam pendapat hukumnya Abu Hanifah dipengaruhi oleh
perkembangan hukum yang terjadi di Kufah. Kufah adalah kota yang jauh dari
Madinah sehingga sunnah nabi tidak banyak dikenal waktu itu. Sehingga beliau
sangat hati-hati menggunakan sunnah dalam pendapat hukumnya, beliau menggunakan
sunnah yang betul-betul orisinil atau sahih sehingga dikenal sebagai Ahl-Ray
(memutuskan hukum berdasarkan pada akal).[2]
b) Madzhab
Maliki
Dinisbahkan kepada imam Malik bin An-Nash dari
Madinah (93-179 H). Madinah adalah kota nabi dan banyak sekali Sunnah. Nenek
dan paman serta dirinya adalah perawi Hadist, sehingga pemikiran hukumnya
banyak dipengaruhi oleh sunnah nabi dan sahabat. Kalau dalam memutuskan hukum
tidak memperoleh dasar hukum dari Al-quran dan Sunnah, beliau menggunakan Qiyas
dan Al-Masalih Al-Mursalah (maslahat umum).
Kitab
karangan Imam Malik yang terkenal adalah Al-Muwatta’ berisi hadist dan fiqih.
c) Madzhab
Syafi’i
Dinisbahkan kepada Imam Muhammad
bin Idris Asy Syafi’i, lahir di Gazza berasal dari suku bangsa Quraisy (150-204
H). Dalam pemikiran hukumnya Asy Syafi’i berpegang pada lima sumber, yaitu
Al-Quran, Sunnah nabi, Ijma atau Konsensus sahabat yang tidak terdapat perselisihan
didalamnya, pendapat sahabat yang terdapat perselisihan didalamnya serta Qiyas.
d) Madzhab
Hambali
Dinisbahkan kepada Imam Ahmad bin Hambal lahir di
Baghdad dari keturunan Arab (164-241 H). Dalam pemikiran hukumnya beliau
berperang kepada lima sumber, yakni : Al-quran dan Sunnah. Pendapat sahabat yang tidak mendapat tentangan
dari sahabat lainnya, pendapat seseorang atau beberapa sahabat yang sesuai
dengan Al-quran dan Sunnah, serta Qiyas. Kitab karangannya adalah Al-Musnad,
berisi 40.000 hadist.
3. Pengertian
Tasawuf
Tasawuf
dalam pengertian umum berarti kecenderungan mistisme universal yang ada sejak
dahulu kala, berasaskan sikap zuhud terhadap keduniaan (asketisme), dan
bertujuan membangun hubungan (ittishal) al-mala’ al-a’la yang merupakan sumber
kebaikan, emanasi, dan ilumunasi.
Dengan
pengertian ini, tasawuf bukan monopoli umat tertentu, kebudayaan tertentu,
agama tertentu maupun aliran filsafat tertentu. Ia hadir di tengah masyarakat
Yunani Kuno dalam filsafat Mani dan Zaroaster, sedangkan di India mistisme
terkandung dalam ajaran Budhisme, Brahma, dan Kitab Weda.
Yudaisme
dan Kristen juga mengenal tasawuf (mistisme), begitu pula islam. Masing-masing
memliki karakter khas yang membedakannya dengan yang lain. Jika menelaah kitab-kitab
tasawuf baik klasik maupun modern tampaknya upaya pendefinisian tasawuf, secara
jami’ mani’ memang sangat sulit, sebab pegiat tasawuf (kaum sufi) merupakan
empu-empu Dzauq dan perasaan sehingga definisi mereka mengenai tasawuf pun
bermacam-macam sesuai dengan perilaku dan status spiritual yang dominan
dalam diri mereka, seperti tawakkal cinta kasih, dan rambu-rambu spiritual lainya yang
menjadi medium pengantar kehadirat Tuhan semesta alam.[3]
4. Pengertian
Filsafat
Kata
filsafat dalam bahasa Indonesa memliki padanan kata philosophia (latin),
philosophy (inggris), philosophic (jerman, belanda, prancis), falsafah (arab).
Semua istilah itu bersumber
pada istilah bahasa yunani philosophia. Istilah tersebut dari philein yang berarti
“mencintai”, sedangkan philos yang berarti “teman, kawan, sahabat”. Selanjutnya
istilah sophos yg berarti “bijaksana”, sedangkan sophia yang berarti
“kebijaksanaan”.[4]
Ada
dua arti secara etimologis
dari filsafat yang sedikit
berbeda. Pertama, apabila istilah filsafat mengacu pada asal kata “philein” dan
“sophos”, maka artinya mencintai hal-hal yang bersifat bijaksana (bijaksana
sebagai kata sifat). Kedua, apabila filsafat mengacu pada asal kata “philos”
dan “Sophia”, maka artinya adalah teman,
kawan, sahabat bijksana (kebijaksanaan sebagai kata benda).
Dilihat
dari pengertian praktisnya, filsafat berarti alam pemikiran atau
alam berfikir. Berfilsafat artinya berfikir. Namun tidak semua berfikir berarti
berfilsafat. Berfilsafat adalah berfikir secara mendalam dan sungguh-sungguh.
Sebuah
semboyan yang mengatakan bahwa : setiap manusia adalah filsuf. Semboyan ini
benar juga, sebab semua manusia berfikir. Akan tetapi, secara umum, semboyan
itu tidak benar. Sebab, tidak semua manusia yang berfikir
adalah filsuf. Filsuf
hanyalah orang-orang yang memikirkan hakikat segala sesuatu dengan
sungguh-sungguh dan mendalam.
Tegasnya,
filsafat adalah hasil akal seorang manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran
dengan sedalam-dalamnya. Dengan kata lain : filsafat adalah ilmu yang
mempelajari dengan sungguh-sungguh, hakikat kebenaran segala sesuatu.
A.
Pandangan Muhammadiyah Terhadap Firqoh, Madzhab, Tasawuf,
dan Filsafat
a.
Pandangan
Muhammadiyah terhadap
Firqoh
Muhammadiyah
sejak awal tertantang dengan praktik pemahaman dan pengamalan agama Islam
oleh masyarakat yang kurang sesuai dengan sumbernya yaitu Al Quran dan Hadits.
Adanya sikap taqlid para penganut aliran atau paham keagamaan yang lain tentu
bertentangan dengan gerakan tajdid. Dalam hal ini Muhammadiyah selalu konsisten
terhadap Al Quran dan Hadits.
Secara
umum Muhammadiyah tidak menyatakan diri sebagai penganut aliran apa pun. Tidak
menyatakan sebagai jama’ah
ahlus sunnah wal jama’ah
(Sunny), golongan Syiah, khawarij ataupun yang lain.
Muhammadiyah sejak
berdirinya adalah gerakan pembaharuan
Islam (Tajdid). Muhammadiyah berusaha melaksanakan agama hanya bersumber pada
Al-Qur’an dan Al-hadits.[5]
b.
Pandangan
Muhammadiyah tehadap Madzhab
Dalam
bidang fiqih, Muhammadiyah memandang bahwa semangat untuk kembali pada
al-Qur’an dan Hadits berarti umat Islam harus merujuk pada kedua sumber hukum Islam
tersebut secara langsung.
Ini
berarti rumusan-rumusan madzhab fiqih yang ada dalam dunia Islam hanya relevan
untuk masanya saja. Sedangkan saat ini, umat Islam harus merujuk langsung pada
al-Qur’an dan Hadits dalam menyelesaikan suatu problem hukum. Jika perbedaan
antar-madzhab teologi menimbulkan sikap permusuhan dan perpecahan, saling
mengkafirkan dan sebagainya, maka perbedaan madzhab dalam fiqih hampir tidak
terdapat bukti kafir-mengkafirkan di antara mereka. Perkembangan keilmuan
dan pemikiran yang “mapan” tersebut mengakibatkan wajah Islam kurang dinamis,
sehingga mengerucut pada suatu bentuk stagnasi dan kemunduran.
Munculnya madzhab-madzhab fiqih
menyebabkan kecenderungan terhadap dua sumber utama (al-Qur’an dan Hadits)
kurang mendapatkan perhatian. Hal ini disebabkan oleh karena umat Islam hanya berhenti
pada keputusan-keputusan yang diambil para imam madzhab, tanpa menggali sendiri
dari al-Qur’an maupun Hadits.[6]
Kondisi taklid yang berlarut-larut
tersebut menyebabkan umat Islam mengalami kemunduran dalam berbagai bidang. Maka Allah
berfirman:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ÍöDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrãsù n<Î) «!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# 4 y7Ï9ºs ×öyz ß`|¡ômr&ur ¸xÍrù's? ÇÎÒÈ
Hai orang-orang yang beriman,
ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar mengimani
Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih
baik akibatnya. (Q.S Annisa:59)
Dari ayat di
atas telah jelas bahwa
Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid memilih untuk tidak bermadzhab. Bagi
Muhammadiyah, usaha untuk “kembali kepada al-Qur’an dan Hadits” tidak perlu
terkungkung oleh pemilihan madzhab tertentu dalam menentukan metode ijtihadnya.
Dengan tanpa madzhab, Muhammadiyah dapat lebih bebas mengembangkan pikiran
tanpa ada kendala psikologis untuk menerjang ajaran madzhab.
Bahkan
Muhammadiyah tidak perlu berobsesi untuk menyatakan diri sebagai Ahlussunnah
Wal Jama’ah, sekalipun jelas konstitusi organisasi dan penafsirannya
menyebutkan dasar-dasar teologi yang tidak bertentangan dengan inti ajaran
Ahlussunnah pada abad pertengahan. Muhammadiyah berusaha untuk merumuskan
hukum-hukum Islam yang berorientasi langsung kepada al-Qur’an dan Sunnah,
sehingga tidak bersifat sektarian.
Inilah
salah satu bentuk manifestasi dari identitas Muhammadiyah sebagai gerakan
tajdid. Muhammadiyah berusaha untuk mengembalikan ajaran Islam yang murni,
seperti yang tertera dalam al-Qur’an dan Hadits, bersih dari segala bid’ah dan khurafat.
Oleh karenanya, Muhammadiyah sering disebut sebagai gerakan salafiyah, gerakan
ishlah, bahkan gerakan tahdits.
Oleh
karena itu, Muhammadiyah memandang bahwa orang bebas untuk memilih madzhab mana
pun, atau memilih banyak madzhab sekaligus, atau bahkan tidak bermadzhab sama
sekali. Muhammadiyah menyerukan pentingnya untuk kembali pada masa ketika belum
timbul madzhab-madzhab.
Bentuk pengamalan agama yang murni merupakan ciri dan
karakter Muhammadiyah. Posisi Muhammadiyah terletak pada garis yang tegas,
yaitu manifestasi konsep “amar ma’ruf nahi munkar”. Seperti
firman Allah yang berbunyi :
$£Jn=sù Nèduä!%y` 4ÓyqB $uZÏG»t$t«Î/ ;M»oYÉit/ (#qä9$s% $tB !#x»yd wÎ) ÖósÅ ZtIøÿB $tBur $uZ÷èÏJy #x»ygÎ/ þÎû $uZͬ!$t/#uä tûüÏ9¨rF{$# ÇÌÏÈ
Dan tidaklah patut bagi laki-laki
yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan
Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang
lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya
maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (Q.S Al-Qashash:36)
Konsep “amar ma’ruf” tercermin dari gerakan “kembali pada
al-Qur’an dan Sunnah”, sedangkan “nahi munkar” terlihat pada penentangannya
terhadap segala bentuk bid’ah, taklid, khurafat, dan sebagainya. Meski posisi
semacam ini telah berakar kuat pada tradisi madzhab Hambali sebagai aliran
fiqih maupun teologi, namun tidak tepat untuk menyebut Muhammadiyah sebagai
bermadzhab Hambali.
c.
Pandangan Muhammadiyah terhadap Tasawuf
Tasawuf merupakan salah satu aspek (esoteris) Islam, sebagai
perwujudan dari ihsan yang berarti kesadaran adanya komunikasi dan dialog
langsung seorang hamba dengan Tuhan-Nya.
Esensi tasawuf sebenarnya telah ada sejak masa kehidupan Rasulullah Saw, namun
tasawuf sebagai ilmu keislaman adalah hasil kebudayaan Islam sebagaimana ilmu-ilmu
keislaman lainnya seperti fiqih dan ilmu tauhid. Pada masa Rasulullah belum
dikenal istilah tasawuf, yang dikenal pada waktu itu hanyalah sebutan sahabat
Nabi.
Tasawuf dapat pula disebut mistisme Islam atau
asketisme Islam.
Dalam dunia tasawuf, manusia belajar bersikap baik dan terbaik dalam
pandangan manusia dan Tuhan. Nilai-nilai tasawuf tercermin dari keikhlasan,
akhlaq, etika, moral, dan sebagainya. Usaha-usaha yang dilakukan oleh pengamal
tasawuf periode pertama bermula dari sekelompok zahid dan abid di serambi
masjid Madinah di zaman Nabi. Inilah bibit awal munculnya sufisme.
Pada masa selanjutnya, asketisme kemudian beralih
menjadi sufisme yang ditandai dengan pergantian sebutan zahid menjadi sufi.
Dalam masa ini, muncul konsep tentang jenjang (al-maqamat) perjalanan yang
harus ditempuh seorang sufi, ma’rifat, dan perangkat metodenya hingga pada
derajat fana’ dan ittihad.
Pada fase selanjutnya, perkembangan tasawuf atau sufisme
ditandai dengan mulainya unsur-unsur luar Islam yang berakulturasi bahkan
sinkretis dengan ajaran sufisme. Pada masa ini, muncul ketegangan antara
penganut sufi ortodoks dengan penganut sufi heterodoks, Pada tahap
selanjutnya, sufisme dimasuki unsur-unsur filsafat, terutama neo-Platonik. Hal
ini melatarbelakangi
gerakan Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim al-Jauziah pada abad VIII Hijriah
untuk menentang ajaran-ajaran sufisme yang bertentangan dengan syariat.[7]
Dalam posisi ini, Muhammadiyah mengambil sikap untuk
membersihkan sufisme Islam dari pengaruh filsafat yang bertentangan dengan
syariat. Hal ini segaris dengan apa yang diperjuangkan oleh tokoh pembaharu
Islam tersebut, yakni Ibnu Taimiyah dan
Ibnu Qayyim al-Jauziah. Bahkan demikianlah ajaran Muhammadiyah,
memurnikan syariat Islam, baik dalam bidang aqidah, fiqih, tasawuf, dan
sebagainya dari unsur-unsur kesyirikan, bid’ah, khurafat, dan semisalnya.
Dalam pemahamannya terhadap aspek asketisme dalam
Islam, Muhammadiyah mengambil sikap yang
murni dan moderat.
Muhammadiyah memandang bahwa segala sesuatu harus disandarkan pada Al-Qur’an dan
Hadits. Pengamalan nilai-nilai tasawuf tidak harus diwujudkan dalam organisasi
tarekat tertentu.
Tasawuf adalah pengembangan dari konsep ihsan dalam Islam. Ia berhubungan
dengan akhlak, etika, dan moral manusia kepada Tuhan dan sesama. Untuk itu,
Muhammadiyah memandang dirinya cukup pengalaman nilai-nilai spiritual dan
tasawuf sebagai implementasi ajaran Islam yang hakiki, tanpa harus
mengorganisasikan diri ke dalam perkumpulan-perkumpulan tertentu.
Berangkat dari pandangan di atas, dapat dikatakan
bahwa
Muhammadiyah cenderung pada pengamalan tasawuf akhlaqi, yakni konsep
pembersihan diri melalui takhali, menghiasi dengan sifat-sifat terpuji melalui
tahalli, sehingga mendapatkan anugrah Tuhan dengan tajalli.
d.
Pandangan Muhammadiyah terhadap
Filsafat
Pengaruh filsafat dalam sejarah dunia Islam turut
mendorong kemajuan Islam pada zaman kekhalifahan al-Ma'mun dari Dinasti
Abbasiyah, mencapai puncak kejayaannya dalam bidang ilmu pengetahuan dan peradaban. Lalu seiring
meredupnya filsafat, dunia Islam dipengaruhi oleh tasawuf dan masuk pada zaman
kegelapan.[8]
Dari sinilah Islam menjadi sebuah bangsa yang
terbelakang dan tertinggal sampai hari ini. Jika ingin mengembalikan masa
kejayaan Islam, maka kita harus kembali mengambil manfaat dari filsafat untuk
mencerdaskan cara berfikir kaum muslimin dengan tetap berpegang teguh kepada Al-Qur'an dan
Hadits Shoheh.
Tasawuf adalah sikap keagamaan yang mengutamakan spiritualitas.
Dalam sejarahnya, ada ajaran dan praktek tasawuf yang
sesuai dengan ajaran Islam, misalnya tasawuf yang mengutamakan akhlak yang
mulai. Tetapi banyak juga yang menyimpang, misalnya tasawuf yang mengkultuskan
sesama manusia dan mengabaikan syari'at Islam.
Dalam perkembangannya, tasawuf ini berubah menjadi
tarekat yang mempunyai amalan sendiri, keyakinan sendiri dan tata hubungan
antarmanusia sendiri yang seringkali tidak ada contohnya dari Rasulullah saw. Karena itu,
Muhammadiyah tidak mengikuti tarekat, seperti halnya Rasulullah saw juga tidak
mengajarkan, apalagi
mengikuti tarekat.
Karena itu, sikap Muhammadiyah terhadap kemunculan filsafat dan tasawuf,
sepanjang mendorong kemajuan peradaban Islam maka akan diakomodir.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Segala bentuk perjuangan membutuhkan kerja keras dan
usaha yang nyata dalam mewujudkannya. Muhammadiyah yang bercita-cita memurnikan
ajaran Islam dari pengaruh bid’ah, syirik, dan khurafat, juga mendapatkan
tantangan yang cukup keras. Hal ini adalah hal yang biasa ditemui dari suatu
gerakan “sempalan” yang berbeda dari mayoritas masyarakat yang belum siap
menerima pembaharuan dan modernisasi.
Pemikiran Muhammadiyah, baik dalam
bidang Firqah, Madzhab, Tasawuf dan Filsafat pada intinya adalah mengembalikan
masyarakat pada ajaran tauhid dan implementasi kongkretnya. Bentuk-bentuk
aktualisasi dari pemikiran tersebut menjadi amal usaha nyata yang dapat
dirasakan oleh masyarakat secara umum. Usaha-usaha pembersihan aqidah dari
unsur-unsur syirik dan lainnya menjadikan Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan
salafiyah, gerakan reformasi, modernisasi, tajdid, dan gerakan ishlah bahkan
tahdits.
B.
Saran
Sebagai gerakan pembaharuan,
Muhammadiyah seharusnya mengambil bentuk sebagai
organisasi dengan tata kerja modern, yang memadukan antara pandangan teologinya
dengan realitas di lapangan. Normativitas Al-Qur’an dan Hadits sebagai
acuan utamanya diaktualisasikan melalui bentuk-bentuk amal usaha nyata yang
memberi manfaat langsung pada masyarakat. Hal ini terlihat dari kiprah
Muhammadiyah di Indonesia, sejak kelahirannya sampai sekarang, telah memberi
andil yang cukup besar bagi pemanfaatan sumber daya dan pembangunan nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Kelompok Studi Lingkaran, Intelektualisme
Muhammadiyah; Menyongsong Era Baru, Mizan, Bandung, 1995.
Lubis, Arbiyah, Muhammadiyah dan Muhammad
Abduh: Studi Perbandingan, Bulan Bintang, Jakarta, 1989.
M. Rusli Karim (Ed.), Muhammadiyah dalam
Kritik dan Komentar, CV. Rajawali, Cet. I, Jakarta, 1986.
Nurhadiantomo, dkk, (Peny.), Muhammadiyah di
Penghujung Abad 20, Muhammadiyah University Press, Surakarta, 1989.
Siregar, A. Rivay, Tasawuf Dari Sufisme Klasik
ke Neo-Sufisme, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000.
Syam, Firdaus, Amin Rais; Politisi yang
Merakyat & Intelektual yang Shaleh, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2003.
Syamsuddin, M. Din, (Ed.), Muhammadiyah Kini
dan Esok, Pustaka Panjimas, Jakarta, 1990.
Rudion, Perndidikan Kemuhammadiyahan
2, Metro, 2012
[1] Rudion, Pendidikan
Kemuhammadiyahan 2, Metro, 2012. Hlm 1-8
[2] Rudion, Pendidikan
Kemuhammadiyahan 2, Metro, 2012. Hlm 11-13
[3] Dr. Muhammad Fauqi Hajjaj, Tasawuf
Islam dan Akhlak, Jakarta, 2011. Hlm 352
[4] Fuad Ihsan, Filsafat Ilmu,
Jakarta, Ribeka Cipta, 2010. Hlm 287
[5] Nurhadiantomo, dkk., Muhammadiyah
di Penghujung Abad 20, Surakarta, 1989. Hlm 92 [5]
M. Rusli Karim, Muhammadiyah
Dalam Kritik dan Komentar, Jakarta, 1986. Hlm 103
[7] Siregar A. Rivay, Tasawuf dari
Sufisme Klasik ke Neo-sufisme, Jakarta, 2000. Hlm 78-80
[8] Nurhadiantomo, dkk., Muhammadiyah
di Penghujung Abad 20, Surakarta, 1989. Hlm 36